ZONA MADINA.COM – Sejak pagi hari (3/10/19), Kawasan Zona Madina telah diramaikan dengan aneka pedagang. Mereka berlomba-lomba pasang lapak yang pas untuk menyambut peserta peragaan manasik haji yang berasal dari PAUD se-Kecamatan Gunung Sindur. Pada saat yang bersamaan, SD Bhakti YKPP pun turut meramaikan suasana. Rombongan 5 bis besar akhirnya memasuki area secara perlahan, lantaran banyaknya orang yang lalu-lalang.
Sejumlah 244 anak SD turun dan langusng memadati area lapangan. Pandu wisata pun menyambut sambil memberikan jus melon. Setelah lepas penat di perjalanan, rombongan dari Palmerah – Jakarta Barat pun akhirnya memakai totopong. Totopong adalah selembar kain yang diikatkan di atas kepala. Merujuk pada tradisi Sunda, kain yang berukuran 50×50 cm ini memiliki tujuh model. Ragam model tersebut melambangkan profesi dan strata pemakai. Namun di Kawasan Wisata Djampang sendiri, totopong digunakan sebagai identitas tamu yang sedang berkunjung yang mencirikan suasana tradisional dan dekat dengan nuansa budaya.
Pertunjukan atraksi pencak silat pun mulai dipamerkan. Kesenian silat bukanlah hanya sebatas tontonan, tetapi juga sebagai way of life dalam menjaga diri. Berbagai Gerakan silat praktis untuk menghidari perampokan, pencopetan dan begal secara pelan diperagakan untuk diikuti. Perguruan BMDI (Beksi Merah Delima Indonesia) merupakan salah satu dari 32 perguruan silat yang tergabung di Kampung Silat Jampang. Sebagai sebuah perguruan asal Betawai, BMDI patut berbangga telah melahirkan aktor utama film laga, salah satunya adalah film layar lebar “Badik”, yang akan tayang tahun depan.
Selain budaya silat, mereka juga belajar tentang seni kerajinan keset tradisional. Dengan menggunakan alat berukuran 50 x 30 cm, sisa-sisa kain perca dirajut menjadi keset yang kokoh. Satu unit keset tradisional memerlukan kain perca yang diayam sepanjang kurang lebih 7 meter. Butuh sekitar 1 jam untuk menyelesaikan perkerjaan dari awal. Selain itu, anak-anak dari Yayasan Kesejahteraan Karyawan Pajak pun berkreasi dengan tanah liat. Mereka membentuk tanah liat menjadi celengan dengan berbagai bentuk binatang, seperti kelinci dan rusa.
Ada rusa di ujung target sasaran tembak panahan tradisional. Anak-anak kelas 5 dan 6 pun membidiknya menggunakan busur tradisional khas Kampung Panahan Djampang. Cara berdiri dan teknik panahan merujuk kepada apa yang telah disunnahkan. Sangat berbeda sekali dengan panahan modern, pahanan tradisional lebih tahan banting terhadap goncangan. Pertama-tama, jari jempol dan ruas lengan akan mengalamai sedikit getar dan agak sakit. Ini merupakan efek yang normal karena belum terbiasa. Olah raga panahan melatih anak untuk konsentrasi dan fokus. Dua hal ini sangat dibutuhkan sebagai modal dasar dalam belajar dan berkarya.
Kegiatan kunjungan hari ini diakhiri dengan eksperimen membuat roket air. Roket air terbuat dari susunan botol-botol bekas aqua dan sprit. Anak-anak ditantang menyusun 2 botol menjadi satu dan melengkapinya dengan sayap supaya dapat terbang tinggi. Roket yang telah jadi kemudian diisi air dan mulailah diluncurkan. Metode peluncuran roket air menggunakan sistem gardena-nozel yang mengaplikasikan prinsip-prinsip ilmu fisika modern. Peluncur dipompa dan boom, roket pun melesat terbang ke angkasa.
Salah satu siswi, Ferina (11 th) dan sahabatnya Khumairah (11 th) mengaku senang dengan kunjungan ke Kawasan Wisata Djampang. Mereka mendapatkan pelajaran baru yang kembali ke alam, tanpa melupakan kemoderan. Bapak Firman selaku guru pembimbing menerangkan, “Kunjungan ke Kawasan Zona Madina ini pertama kalinya, luar biasa anak-anak merasa senang, program belajar di alam terbuka ini merupakan salah satu pembelajaran yang kami lakukan dalam upaya meningkatkan skill kemapuan anak dalam berkreasi di alam terbuka.” (ahm)